Kamis, 26 September 2013

hari ini

semuanya akan kembali pada waktu yang sama sekali tidak ada
bukan kemarin atau esok hari
bukan nanti atau masa lampau
bukan juga kenangan indah dan kenangan buruk
hidupmu hanyalah hari ini
berapapun umur kita, sehebat apapun pengalaman hidup kita
tetap kita tak pernah pergi dari hari ini
sang angkot yang cerdas menempel stiker "hari ini bayar besok gratis"
dia tau bahwa tidak akan pernah ada hari esok
abstrak memang
namun itu kenyataannya

#Gie pratama

tidak ada judul

mengapa kita bekelompok-kelompok ?
membuat manusia menjadi terkotak-kotak
sulit tuk berkawan
apakah kita memang harus begini ?
tak bisa bersatu dan tersenyum bersama
kepentingan kelompok lebih di utamakan
yahhh mungkin memang sudah wajar manusia berkelompok, itu dijelaskan di pelajaran ips
namun bukan dengan ini caranya ! bukan dengan diskriminasi dan tatapan sinis

Selasa, 24 September 2013

Soe Hok Gie

Kali ini saya akan membahas tentang sosok aktifis muda keturunan cina, yaitu soe hok gie. Saya menulis ini sebagai bentuk kekaguman saya terhadap karya-karya hidup beliau, meskipun meninggal pada usia muda namun semangat gie, sapaan akrabnya sampai saat ini masih menjadi obor bagi mahasiswa-mahasiswa yang pernah membaca kisah hidupnya. Saya pribadi sangat terinspirasi dengan cara-cara pemikiran beliau.  Soe Hok Gie lahir di Djakarta, 17 Desember 1942. Dia adalah seorang aktivis Indonesia  dan mahasiswa  Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962–1969. Dia adalah seorang anak muda yang berpendirian, yang teguh dalam memegang prinsipnya dan rajin mendokumentasikan perjalanan hidupnya dalam buku harian. Yang kemudian Buku hariannya diterbitkan dengan judul Catatan Seorang Demonstran (1983).
Dan kemudian diangkat pula ke layar lebar dengan judul GIE yang disutradarai oleh riri riza sebagai interpretasi catatan kehidupannya.  Di film itu Nicholas Saputra yang berperan sebagai soe hok gie benar-benar membawa penonton ke masa tahun 60an pada saat jaman PKI dan TNI mulai memanas. Saya pertama kali menonton film itu sangat terinsprirasi dengan gaya berpikir Gie yang dimana dia sangat kritis, menentang apa yang dianggap-nya salah. Pula dengan puisi-puisi yang Gie tulis, membuat saya merinding ketika membacanya, banyak sekali kata-kata yang penuh makna dalam tulisan-tulisan Gie.
Hok Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang, 1995).
Juga skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentang dengan judul Di Bawah Lentera Merah. Sebelumnya, skripsi S1-nya yang mengulas soal pemberontakan PKI di Madiun, juga sudah dibukukan dengan judul Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (Bentang, 1997). Sebagai bagian dari aktivitas gerakan, Soe Hok Gie juga sempat terlibat sebagai staf redaksi Mahasiswa Indonesia, sebuah koran mingguan yang diterbitkan oleh mahasiswa angkatan 66 di Bandung untuk mengkritik pemerintahan Orde Lama. Hok Gie meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis, di puncak Gunung Semeru akibat menghirup asap beracun gunung tersebut. John Maxwell menulis biografi Soe Hok Gie dengan judul Soe Hok Gie - A Biography of A Young Indonesian Intellectual (Australian National University, 1997).
            Mungkin hanya sedikit saja yang bisa saya bagikan mengenai informasi tentang Soe Hok Gie, maaf apabila banyak kesalahan maklum masih newbie. lebih jelasnya bisa langsung saja menonton filmnya atau membaca buku nya.

aku hanya

aku bukanlah seorang pejuang 45, yang berjuang demi kemerdekaan
aku bukan juga superhero yang kerjaannya menolong orang dalam cerita-cerita komik
bahkan aku pun bukan seorang ibu yang tak pernah lelah mendidik anak-anaknya
aku hanyalah seorang anak manusia yang bertanya tentang arti kehidupan

Hanya coretan "mimpi"



cahaya silau dari balik kaca itu membangunkanku dari sebuah mimpi, mimpi yang bisa dikatakan bukan sebuah mimpi, atau mungkin harapan yang berubah mimpi, atau lebih tepatnya kenyataan yang menjadi mimpi.Sulit menjelaskannya saat bayang-bayang seseorang muncul dalam mimpi, terkadang dia hanya sesosok siluet, terkadang hanya suaranya saja, dan seringnya ia terlihat berdiri mematung sendiri diujung jalan sana. pikirku saat itu ingin sekali datang padanya, namun tiap kali ku coba sebuah benteng pasti menghalangi, ini hanya mimpi namun rasanya ini bukan hanya sekedar mimpi. ini seperti sebuah pesan, yah ini kumpulan cerita yang pernah kubuat, yang sekarang berubah jadi satu pesan, pesan kerinduan tepatnya. apa yang aku cari saat bermimpi? tak lebih ku hanya ingin mendekat padanya, memandang wajahnya lebih dekat, dan katakan "maaf", maaf karena telah membuat semuanya berubah, maaf karena membuat semuanya jadi tak nyaman. padahal aku yakin saat itu sedang fase-fase nyaman, namun karena sifat manusiaku dia pergi tanpa pamit. simpel memang namun rumit, kembali ku katakan ini hanya sebuah mimpi, mimpi orang galau, orang yang galau karena cinta. memalukan memang,namun ini soal rasa bung !
ini untukmu anak rantau ! iyah kamu ! yang selalu datang dalam mimpiku, yang selalu mematung di ujung jalan sana, menatapku dengan mata sayu, aku rindu ! rindu ocehanmu ! maaf, maaf anak rantau !

di kosong-kosong lebih lima belas menit